Helo Timor Leste

Hutang Baru Dicicil Dua Kali Terus Berhenti, Pidana atau Perdata, AA Afandi Menjawab

Ugu - Nasional
Kamis, 16 May 2024 15:57
    Bagikan  
AA Afandi S.H M.Hum
HTL

AA Afandi S.H M.Hum - AA Afandi

Helotimorleste- Hukum hutang piutang merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Sayangnya, pemahaman yang minim tentang hukum hutang piutang seringkali menimbulkan masalah, terutama ketika terjadi perselisihan.

"Bahkan ada seorang pejabat menanyakan apakah perkara ini masuk perkara pidana atau perdata," kata AA Afandi S.H M.Hum saat di Cirebon Jawa Barat di rumah seorang ustaz, beberapa hari yang lalu.

Baca juga: Sandra Dewi Belum Tentu Terlibat Kasus Korupsi Timah Rp271 Triliun, Penjelasan AA Fandi

Oleh karena itu AA Afandi mengatakan bahwa pemahaman yang lebih jelas tentang hukum hutang piutang melalui sosialisasi sangat penting di tengah masyarakat.

Terkait hutang piutang masuk rana perdata atau pidana menurut AA Fandi yang sering menangani kasus pertanahan ini mengatakan tergantung kasusnya, meskipun secara umum hutang piutang termasuk rana perdata.

Untuk lebih jelasnya, diberikan contoh ada orang meminjam (debitur) uang Rp20 juta, lantas disepakati dicicil 20 kali tanpa bunga, namun baru 2 kali mencicil, debitur kemudian tidak meneruskan cicilannya karena tidak mampu membayar utang, dalam kasus seperti ini masuk rana perdata.

Hal ini merujuk Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata):Pasal 1233 - 1456 yang mengatur tentang perikatan, termasuk perjanjian utang piutang. Pasal-pasal ini menjelaskan bagaimana suatu perikatan atau kontrak terbentuk, hak dan kewajiban para pihak, serta konsekuensi dari pelanggaran kontrak, dan Pasal 19 ayat (2) UU HAM.

"Jadi pada Pasal 19 ayat (2) UU HAM tersebut, meski ada laporan yang masuk ke pihak Kepolisian terkait sengketa utang piutang, pengadilan tidak boleh memindanakan seseorang karena ketidakmampuan membayar utang." jelas AA Afandi, yang punya moto mengerti hukum itu mudah.

Namun ada juga yang kasus tertentu debitur dapat dituntut pidana, "Bahkan yang masuk lebih dulu adalah pidananya bukan perdatanya." tegasnya.

Lantas AA Afandi mencontohkan jika dalam hutang piutang tersebut terdapat unsur penipuan. Misal debutir berbohong mengatakan tidak mampu, sebenarnya dia mampu, atau menggunakan identitas palsu dan unsur penipuan lainnya.

"Hal ini diatur di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):Pasal 378 KUHP yang mengatur tentang penipuan. Jika seseorang berutang dengan maksud menipu, yaitu sejak awal sudah berniat untuk tidak membayar utang tersebut dan menggunakan tipu muslihat untuk mendapatkan pinjaman, maka ini bisa dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan." terang AA Afandi, yang juga pengacara artis ini.

"Lainnya, jika debitur menggunakan uang tidak sesuai dengan peruntukannya, misal pinjam untuk membangun rumah, ternyata beli mobil bahkan terjadi penggelapan uang yang dipinjam." tambah AA Afandi yang dulu pernah menjadi santri ini.

Lantas bagaimana langkah hukum yang harus ditempuh oleh kreditur?. Menurut AA Afandi, kreditur bisa mengirimkan somasi kepada debitur untuk mengingatkannya agar melunasi utangnya.

Lantas kreditur bisa menggugat debitur ke pengadilan puntuk memaksanya membayar utangnya beserta ganti rugi atau lewat pidana.

"Bila pidanya tidak berhasil kreditur masih bisa menggugat perdatanya." pungkasnya.

Oleh karena itu menurut AA Afandi sosialisasi memahami hukum hutang piutang sangat penting agar bisa mencegah kerugian dan membangun transaksi yang Sehat.***