Helo Timor Leste

Perjalanan Masyarakat Atauro dari Nelayan dan Petani Musiman Hingga Kini Berbisnis Ecowisata

Dodo Hawe - Ragam -> Traveling
Selasa, 27 Jun 2023 22:04
    Bagikan  
ATAURO
facebook/ Tourism in Atauro Uaro-ana

ATAURO - Salah satu sudut mangrove di Pulau Atauro yang jernih dan alami

HELOTIMORLESTE.COM - Kehidupan masyarakat Pulau Atauro dengan pariwisata sejak tahun 2002 lalu, menyebabkan terjadinya pergeseran kehidupan mereka.

Pergeseran terjadi khususnya dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya, berikut hasil penelitian Lembaga Pengabdilan Masyarakat (LPM) UKSW Salatiga mengungap terkait perubahan sosial masyarakat setelah masuknya pariwisata.

Berawal dari wanita Australia Gabriella Samson sekitar tahun 2001 memperkenalkan bangunan Eco-lodge mulai dibangun atas bantuan finansial USAID (united State Agency International of Development).

Pondok-pondok dibangun dengan memanfaatkan bahan lokal, seperti kayu, bambu hingga daun alang-alang, kemudian tahun 2002 pondok penginapan mulai beroperasi.

Baca juga: Perkembangan Sektor Pariwisata di Timor-Leste dan Pendapatan Dari Tahun 2006 Hingga 2019

Gabriella dalam perannya sebagai penasehat dan warga lokal sebagai pengelola sekaligus sebagai pekerja.

Dari situlah kemudian berkembang menjadi penyelenggaraan workshop pengelolaan bisnis pariwisata, termasuk mengelola penginapan, wisata, lingkungan hidup hingga bisnis pariwisata.

Masyarakat juga dibekali berbagai aspek, pelatihan, motivasi hingga pengembangan diri, agar mampu menghadapi pesaing usaha jika nanti terjadi.

Usaha tersebut terus bekembang dengan baik hingga tahun 20210, sayang tahun 2011 usaha ekowisata yang dikembangkan NGO mengalami kendala sewa tanah, hingga muncul konflik, hingga akhirnya usaha itu ditutup.

Tahun 2011 direktur NGO Ruman Luan melanjutkan program-programnya yang sebelumnya sudah dilakukan.

Baca juga: Sumbang Emas 29 kg dan 1 Kg Platinum, Kakek di Jepang Serahkan Kekayaannya untuk Promo Pariwisata Lokal

Dalam program baru itu NGO membentuk asosiasi atau group turism, inisiatif dai Mr Robin dari Australia.

Salah satu kegiatan NGO Roman Luan melakukan ecolodge tua koin atau pondok penginapan di Sub Distrik Atauro.

Bahkan salah satu penduduk asli Ataurim Regeiro menjadi anggota NGO Roman Luan yang memiliki pengetahuan tentang industri jasa pariwitsa.

Hingga kemampuan Regeiro dalam mengelola jasa pariwisata mendapat hasil dari pergaulannya dengan sesama anggota NGO Roman Luan.

Melalui Regeiro inilah kemudian sektor wisata dikembangkan secara mandiri setelah NGO Roman Luan tidak aktif lagi.

Bahkan setelah Roman Lua bubar, Regeiro mengembangkan sendiri, membangun kembali penginapan hingga mendapat suntikan dana dari Institusi Pariwisata Timor Leste bersama pengusaha lokal di 12 distri di Timor Leste.

Baca juga: Kapal Selam Wisata untuk Jelajahi Bangkai Kapal Titanic Hilang, Persediaan Oksigen 96 Jam

Dengan bantuan dana sekitar $4000 atau Rp40 juta, Regeiro mengan kembali penginapan dengan jumlah yang lebih banyak lagi.

Kalau sebelumnya satu pondok penginapan dengan enam kamari kini menjadi sembilan pondok penginapan dengan jumlah kamar menjadi 50 kamar.

Hingga akhirnya pria ini mampu memperkerjakan 6 staff penginapan dari warga lokal Atauro sendiri, hingga saat ini.

Kini penginapan Rogerio menjadi satu dari sedikit penginapan yang ada di Pulau Atauro yang kini menjadi destinasi wisata baik warga lokal Dili maupun wisatawan mancanegara dari Australia.

Hingga saat ini beberapa orang asing yang sebelumnya anggota NGO Roman Loan menikah dengan warga lokal turut membangun penginapan di Pulau Atauro.

Baca juga: Timor Leste dan Indonesia Tidak Termasuk Tujuan Wisata Termurah di Asia Tenggara, Berikut Daftarnya

Warga Australia bernama Barry yang menikah dengan warga lokal asal desa Beloi, juga berperan sebagai inisiator pengembangan pariwisata di Atauro.

Mr Barry juga pernah bekerja di NGO Roman Luan sebagai sukarelawan yang bertugas untuk melatih masyarakat lokal membangun penginapan milik NGO.
Pada saat itu, Barry kemudian menikah dengan gadis lokal. Dari keluarga isterinya, mereka mendapat sebidang tanah seluas satu hektar yang terletak di pinggir pantai.

Bersama isterinya dia mengolah tanah kebun. Namun demikian, tanah tersebut tidak dapdapat memberikan hasil yang baik karena letaknya di pinggir pantai. Oleh karena itu, pada tahun 2004, mereka memutuskan untuk membangun penginapan di tanah tersebut dan diberi nama Barry Place.

Mr Barry mulai merintis pondok penginapan tersebut dan mengelolanya sendiri tanpa bantuan dari orang lain.
Pondok yang dibangun oleh Mr. Barry semuanya dari bahan lokal. Mr. Barry membangun usahanya secara bertahap. Setiap tahun Mr. Barry membangun satu pondok dan pada tahun 2014, berhasil memiliki sekitar 20 pondok.

Baca juga: Akademisi Timor Leste Menilai, Sektor Wisata di Timor Leste Tak Pernah Disentuh, Anggaran APBN Lebih Fokus Urusan Politik

Dari pondok itu Barry memperkerjakan sebanyak 30 staff semuanya masyarakat lokal Atauro dengan profesi berbeda-beda mulai nelayan hingga berpendidikan tinggi.

Usaha itu terus berkembang hingga menyewakan perlatan menyelam, transpirtasi perahu, perjalanan memancing, menyewa sepedam persewaan sepeda tandem, pemandu wisata traking, 4X$ tour, perahu Akrema, Perahu Adara dll.

Bisnis itu terus berkembang hingga Mr Barry juga mengirim pemuda-pemuda Atauro untuk kuliah di Indonesia di Yogyakarta dan Manado, dan setelah kuliah mereka akan kembali bekerja di perusahaannya itu.

Kini bisnis penginapan dan berbagai macam jasa pariwisata di Pulau Atauro terus berkembang hingga berkembangnya penjualan ikan laut untuk melayani kebutuhan wisata. **