Helo Timor Leste

Patah Hati Itu Menyakitkan, Sakitnya Menyebar ke Tingkat Sel

Satwika Rumeksa - Ragam -> Kesehatan
Jumat, 14 Jun 2024 16:12
    Bagikan  
Patah Hati
Getty

Patah Hati - Patah hati menyakitkan secara emosional tapi juga fisik

HELOTIMORLESTE.COM - Sebagian besar dari lagu-lagu dalam album baru Taylor Swift mengangkat tema patah hati, suatu hal yang pernah dirasakan hampir semua orang. Namun, tak banyak yang mengetahui bahwa sakit hati dapat mempengaruhi fisik kita.

Album baru Taylor Swift yang telah lama ditunggu-tunggu, The Tortured Poets Department, mengandung 31 lagu berdurasi lebih dari dua jam. Mayoritas dari lagu-lagu itu terinspirasi oleh emosi yang banyak orang alami: patah hati.

The Tortured Poets Department hanyalah satu dari sekian banyak karya seni yang menggerakkan hati pendengar karena lahir dari apa yang dirasakan seseorang ketika hatinya hancur.

Penderitaan hebat itu muncul ketika kita disakiti oleh seseorang yang masih sangat-amat kita cintai.

Meskipun rasa sakit itu bersifat emosional, banyak juga yang mengaitkannya dengan penderitaan fisik.

Seperti yang ditulis oleh Susan Sontag dalam bukunya Reborn, “Cinta itu menyakitkan”.

“Anda seperti menyerahkan diri untuk dikuliti, dengan kesadaran penuh bahwa kapan pun pasangan Anda bisa kabur membawa kulit Anda.”

Baca juga: Profesor Stanford Ciptakan Alat Pendingin Darah untuk Atlet Olimpiade

Hal ini dikonfirmasi oleh penulis dan jurnalis, Florence Williams. Setelah menjalani hubungan selama 30 tahun lamanya, yang membuahkan pernikahan dan dua anak, Williams menemukan email yang ditulis pasangannya sejak ia remaja.

Isinya berupa surat cinta, namun untuk perempuan lain.

Williams mengaku dirinya belum pernah mengalami patah hati, tetapi ia kemudian menyadari bahwa “hal-hal klise yang dikatakan tentang patah hati tidak didramatisir.”

“Saya merasa seperti hati saya diambil, seperti saya kehilangan lengan. Saya mengapung di tengah laut, di tengah hutan yang menyeramkan. Rasanya seperti saya berada dalam bahaya,“ tulis dia.

“Saya merasakan kekhawatiran parah. Saya menderita insomnia. Berat badan saya turun 10kg dalam beberapa hari.”

Saat Williams memeriksa kesehatannya, hasil tes laboratorium menunjukkan “ada masalah dengan bakteri dalam usus saya, tingkat glukosa saya sangat rendah, pankreas saya tak lagi bekerja dengan baik.

“Jadi lima sampai enam bulan setelah perceraian, saya didiagnosa mengidap penyakit autoimun: diabetes tipe 1.”

Kondisi yang ia alami juga berhubungan dengan hilangnya cinta, kata dia. Karena Williams merupakan seorang penulis sekaligus jurnalis sains, pengalaman ini mendorongnya untuk mencari penjelasan ilmiah.

“Saya memiliki banyak pertanyaan tentang apa yang saya rasakan.”

“Saya sangat tertarik mencari tahu mengapa sistem imun saya seakan-akan bereaksi terhadap keadaan sosial dan emosial saya, dan bagaimana semua itu berhubungan.”

Oleh karena itu, Williams mendedikasikan dirinya untuk berbicara – dan juga mengikuti proses uji coba – dengan para ilmuwan.

Baca juga: Puluhan Kali Telpon Pasangan, Bukan Ingin Melacak, Itu Gangguan Mental Otak Cinta

Patah hati menyebar hingga ke tingkat sel
Salah satu hal pertama yang Williams temukan adalah walaupun banyak penelitian sudah dilakukan untuk meneliti bagaimana manusia jatuh cinta, hanya sedikit yang mencoba meneliti tentang putus cinta.

Namun, ada beberapa penelitian yang sudah mulai menyusun jawaban dari teka-teki itu.

Salah satu penelitian yang paling menarik adalah hasil studi Steve Cole, seorang profesor kedokteran, psikiatri, dan ilmu perilaku biologis di Universitas California Los Angeles (UCLA) di AS.

Cole telah meneliti genomik sosial selama puluhan tahun. Genomik merupakan studi lintas-bidang yang mempelajari fungsi, struktur, evolusi, pemetaan dan pengeditan seluruh DNA sebuah organisme.

Pada 2007, Cole bekerja sama dengan John Cacioppo, profesor psikologi dan ilmu saraf di Universitas Chicago yang menemukan hubungan antara rasa kesepian dengan cara gen dapat berubah dalam studi kecil.

Sejak itu, studi tersebut telah dikonstruksi ulang untuk pengujian skala besar.

Cole menggambarkan patah hati sebagai “ranjau tersembunyi dalam hidup manusia“.

Sebab ketika ranjau itu meledak, ledakannya akan sangat menyakitkan bagi kesehatan fisik maupun mental kami. Namun, hal itu tidak disadari banyak orang.

“Kami mengukur sel-sel tertentu dalam sistem imun saya pada rentan waktu berbeda sejak saya menjalani perceraian.“

“[Cole] saat itu mencari tanda-tanda peradangan. Karena ia menemukan, setelah puluhan tahun melakukan penelitian, bahwa sel-sel itu membesar ketika seorang merasa terancam, atau ketika seseorang merasa sendirian,” jelas Williams.

Cole menyadari hal itu ketika ia menganalisa mengapa sebagian dari pria homoseksual yang mengidap HIV meninggal lebih cepat dibandingkan pengidap lainnya.

Ia menemukan bahwa mereka yang belum pernah mengungkapkan seksualitasnya, atau yang sangat peka terhadap penolakan masyarakat, lebih berisiko meninggal cepat.

Karena stres membuat sel kekebalan alias sel T mereka lebih rawan terhadap serangan HIV – virus yang menyebabkan AIDS – dan virus itu dapat menyebar 10 kali lebih cepat.

Baca juga: Love Scaming, Penipuan Cinta yang Menguras Uang dan Hati, Berikut Mengenali dan Menghindari

Kemudian, penelitian Cole terhadap orang yang kesepian menunjukkan bahwa mereka lebih rawan terkena virus dan memproduksi lebih banyak sel imun yang menghasilkan peradangan.

“Ketika kita ditinggalkan, tubuh kita menafsirkannya sama seperti jika kita ditinggalkan sendirian di tengah alam liar: prosesnya sama, hanya saja, jauh berkembang.”

Ia menyebut alam liar karena itulah kondisi awal yang dihadapi nenek moyang kita. Saat seorang manusia purba diisolasi, peluang dia terkena penyakit lebih besar dibandingkan peluang dia diserang binatang buas.

Oleh karena itu, makna evolusi di balik respons imun adalah, tubuh kita meningkatkan sistem pertahanannya untuk melawan luka fisik, dan mengurangi elemen-elemen lain.

“Itu adalah naluri bertahan hidup, karena kita merasa seperti ditinggal sendirian. Kita menafsirkannya seolah-olah kita akan diserang. Sehingga, kita menyesuaikan beberapa gen tertentu.“

Hal ini dapat menjelaskan mengapa orang yang kesepian lebih berisiko terkena dementia, penyakit kardiovaskular dan penyakit kronis lainnya.

Bahkan, orang yang kesepian diperkirakan memiliki peluang 26% meninggal lebih cepat dibandingkan mereka yang memiliki beberapa relasi sosial.

Ini dapat menjelaskan mengapa Williams tiba-tiba mengidap diabetes jenis autoimun setelah hubungannya kandas.