Helo Timor Leste

Badai Pasir Ternyata Penting bag Ekosistem Bumi, Begini Penjelasannya

Satwika Rumeksa - Teknologi -> Sains
Jumat, 19 Jul 2024 13:53
    Bagikan  
Perubahan Iklim
Istimewa

Perubahan Iklim - Perubahan iklim pemicu meingkatnya badai pasir

HELOTIMORLESTE.COM - Kehadirannya terlihat menyerupai tsunami di udara: Bergumpal awan pasir dan debu tebal yang mengubur seluruh lanskap, dan menyebabkan iritasi pada mata dan tenggorokan, atau bahkan kematian.

Badai pasir tercipta ketika angin kencang menerpa dataran gundul tak bervegetasi. Pusar angin mengangkat pasir dan debu ke udara, serta menerbangkan partikel terkecil hingga ke ketinggian ribuan meter, yang kembali menghujam Bumi.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, PBB, sekitar dua miliar ton pasir dan debu dilepaskan ke atmosfer Bumi setiap tahunnya. Sekitar seperempatnya berakhir di lautan.

Lebih dari separuh partikel padat di udara, yang disebut aerosol, terdiri dari partikel debu mineral yang berputar-putar. Sebanyak 50 persen di antaranya berasal dari Sahara, separuhnya lagi berasal dari daerah gurun dan kering lainnya.

Apa yang disebut "sabuk debu” membentang dari Sahara melintasi Timur Tengah hingga gurun di Asia tengah dan timur laut. Terdapat lebih sedikit "sumber debu” di belahan bumi selatan. Hot spots sebaliknya ditemukan di daerah kering di Australia, Amerika Selatan dan Afrika bagian selatan.

Pasir dari Gurun Sahara akan terlihat asalnya dari warna butiran. Di Sahara Barat, debu biasanya berwarna merah hingga coklat, di wilayah timur dan selatan lebih kekuningan hingga putih.

Pasir dan debu gurun terdiri dari zat organik dan anorganik, yang mencakup ragam nutrisi dan mineral. Debu Sahara adalah pupuk mineral penting bagi hutan hujan Amerika Selatan dan Karibia. Tanah di sana miskin nutrisi, dan debu Sahara sebagian menutupi kekurangan ini.

Komponen debu gurun juga bersifat penting bagi ekosistem laut, karena ikut menyuburkan lautan dan menjadi dasar rantai makanan. Karang, misalnya, menggunakan partikel debu dan pasir untuk membangun kerangkanya.

Baca juga: Badai Matahari Dapat Mengubah Sinyal Kereta Komuter dari Merah ke Hijau

Namun pasir dan debu dalam jumlah berlebihan juga akan berbahaya bagi biota laut. Ilmuwan menduga bahwa efek pemupukan dari debu gurun menyebabkan lebih banyak pertumbuhan alga di lautan.

Pertumbuhan alga yang berlebihan menghilangkan oksigen yang dibutuhkan oleh banyak organisme laut untuk bertahan hidup. Dan berbagai penyakit karang kemungkinan besar disebabkan oleh mikroorganisme dari debu gurun.

Meski tergolong fenomena umum, frekuensi kemunculan badai pasir di beberapa wilayah di dunia meningkat dua kali lipat pada abad ke-20. Menurut PBB, setidaknya seperempat emisi debu global disebabkan oleh aktivitas manusia. Faktor utama yang menyebabkan hal ini adalah penggunaan lahan dan air yang tidak tepat. Kekeringan dan perubahan iklim memperburuk situasinya.

Badai Pasir

Menurut Organisasi Meteorologi Dunia, WMO, hingga 50 persen massa debu di atmosfer berasal dari tanah yang "terganggu”. Ini termasuk tanah yang tidak stabil karena penggundulan hutan, budidaya pertanian atau industri, tetapi juga kekeringan atau curah hujan yang tinggi. Mereka dengan cepat terbawa angin.

Frekuensi Meningkat
Meskipun badai debu dan pasir pada dasarnya penting bagi berbagai ekosistem di Bumi, peningkatan frekuensi dapat menimbulkan dampak negatif. Badai pasir bisa menyebabkan penyakit jantung dan pernafasan, iritasi mata dan kulit, serta dapat menyebarkan infeksi seperti meningitis.

Baca juga: Misi NASA Dapat Selamatkan Internet dari Kiamat dari Badai Matahari

Debu gurun dapat mengandung berbagai mikroorganisme, seperti jamur, bakteri, dan virus. Badai pasir sering kali mempengaruhi lalu lintas udara, menghilangkan tanah dari ladang dan menghancurkan tanaman. Dan hal ini dapat menyebabkan fenomena desertifikasi, ketika gurun pasir meluas.

Badai pasir dan debu juga mempengaruhi pembentukan awan. Partikel-partikel aerosol, berperan di atmosfer sebagai inti kondensasi yang menjadi tempat berkumpulnya tetesan air. Fenomena ini menyebabkan awan lebih sering terbentuk, yang berdampak ganda.

Yang pertama adalah berkurangnya curah hujan. Semakin banyak partikel debu yang berfungsi sebagai inti kondensasi, semakin kecil tetesan air di sekitarnya. Namun agar hujan turun dari awan, dibutuhkan tetesan yang besar.

Efek kedua adalah awan mendinginkan permukaan bumi. Karena awan memantulkan radiasi matahari dan membentuk pelindung panas. Namun, efek pendinginan ini tidak bertahan dalam jangka panjang karena aerosol merupakan salah satu elemen sistem iklim yang paling mudah berubah.

Aerosol juga berkontribusi terhadap redistribusi badai. Konsentrasi yang lebih tinggi di beberapa tempat berarti lebih banyak badai dan di tempat lain lebih sedikit badai.

Menurut Konvensi PBB Melawan Desertifikasi, UNCCD, untuk mencegah peningkatan badai pasir dan debu, tanah harus disuburkan dan dilindungi dari kekeringan. Sebabnya, sangat penting untuk mengurangi area terbuka dan tidak bervegetasi.

UNCCD menggambarkan reboisasi dan ekstraksi air yang lebih berkelanjutan sebagai upaya untuk menahan laju desertifikasi. Penting juga untuk memiliki tata kelola padang rumput yang melindungi tanah, tempat hewan gembala dipelihara di area berbeda pada waktu berbeda. Saat hewan makan di padang rumput, tanaman dapat tumbuh kembali di area penggembalaan.

Menurut UNCCD, badai pasir masih dipandang sebelah mata sebagai risiko bencana di banyak tempat. Namun seperti halnya badai pasir yang meningkat karena aktivitas manusia, fenomena ini juga dapat dikurangi melalui tindakan manusia.**