Helo Timor Leste

Ribuan Massa Pro Demokrasi Unjuk Rasa usai Pita Gagal Jadi PM Thailand

Satwika Rumeksa - Internasional
Senin, 24 Jul 2023 14:09
    Bagikan  
Unjuk Rasa
Istimewa

Unjuk Rasa - Ribuan anak muda pro demokrasi unjuk rasa dukung Pita

HELOTIMORLESTE.COM - Ribuan pengunjuk rasa pro-demokrasi berkumpul pada hari Minggu (23/07) untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Pita Limjaroenrat, di mana upaya terakhir Pita untuk menjadi perdana menteri (PM) telah digagalkan minggu lalu.

"Pita! Pita! Pita!" teriak para pengunjuk rasa di pusat Kota Bangkok. Salah satu pendukung mengatakan, "kami akan terus berjuang ... tidak peduli berapa bulan lagi kami harus mendukung prinsip-prinsip demokrasi ini."

Pita kesandung dukungan Senat

Blok oposisi sebenarnya telah menguasai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang beranggotakan 500 orang. Namun, suara mayoritas DPR belum cukup untuk mengalahkan suara Senat yang beranggotakan 250 orang yang sebagian besar para Senat ditunjuk militer Thailand.

Baca juga: Timor Leste Kekurangan SDM Sebagai Negara Peninjau Pertemuan, untuk Persyaratan Menjadi Anggota ASEAN Penuh

Para Senator berhasil menghalangi pemimpin Partai Move Forward (MFP) Pita sebanyak dua kali, untuk menjadi pemimpin pemerintahan baru Thailand.

Partai antikemapanan yang dipimpin oleh Pita sebelumnya telah berhasil memenangkan pemilu bulan Mei lalu dan membentuk koalisi delapan partai yang juga mencakup partai populis Pheu Thai.

Namun, karena para anggota Senat telah menentang pencalonan Pita menjadi PM Thailand, negara ini kini tengah menghadapi kebuntuan politik yang tidak stabil.

Pada pemilu bulan Mei lalu, MFP mendapat dukungan kuat dari para pemilih muda dengan ide proposal reformasi militer, mengakhiri monopoli bisnis, dan mengubah undang-undang penghinaan terhadap kerajaan Thailand, yang menghalau warga untuk mengkritik kerajaan.

Pita dan koalisi delapan partainya telah berhasil mengantongi suara mayoritas 312 kursi di DPR yang beranggotakan 500 orang.

Baca juga: 91 Warga Cimahi Keracunan Nasi Boks Acara Reses Anggota DPRD PPP, Pemilik Katering Diperiksa

Namun, anggota Senat, yang terdiri dari kaum konservatif, elit tua, dan para kaum monarki pembela nilai-nilai kerajaan tradisional, merasa terancam dengan kampanye partai Pita tersebut.

Di bawah konstitusi yang diberlakukan oleh militer, seorang perdana menteri baru harus mendapat dukungan mayoritas gabungan dari majelis rendah dan majelis tinggi.

Senat secara terbuka telah menolak untuk mendukung pria lulusan Harvard berusia 42 tahun itu pada hari Rabu (19/07). Bahkan minggu sebelumnya, Pita juga telah gagal meraih dukungan yang cukup setelah puluhan senator tidak hadir dalam pemungutan suara.

Partai Pheu Thai akan mengajukan calon PM berikutnya

Pemungutan suara berikutnya akan dijadwalkan pada hari Kamis (27/07), tetapi sayangnya Pita tidak dapat dicalonkan kembali. Kali ini, sekutu koalisi Partai Pheu Thai yang akan mengajukan calon PM Thailand yang baru.

Tiga calon pengganti Pita yang mungkin diajukan oleh partai ini yakni Srettha Thavisin; Paetongtarn Shinawatra, putri dari mantan PM Thaksin Shinawatra, yang digulingkan oleh kudeta militer tahun 2006 silam; dan Chaikasem Nitsiri, seorang ahli strategi di partai tersebut.

Pheu Thai juga tidak menutup kemungkinan bahwa MFP dapat dikeluarkan dari koalisi, demi berhasil membentuk pemerintahan baru.

Pada hari Sabtu (22/07) dan Minggu (23/07), Partai Pheu Thai bertemu dengan beberapa partai yang memilih pemimpin junta militer Prayuth Chan-o-cha sebagai perdana menteri pada tahun 2019 lalu.

Baca juga: Dua Siswi SMA Persatuan Tulangan Sidoarjo Tewas, Disambar KA di Perlintasan Desa Kejeksan Sidoarho

Pheu Thai digulingkan dari kekuasaan sebanyak dua kali oleh militer. Satu kali pada masa pemerintahan mantan PM Thaksin Shinawatra pada tahun 2006 dan delapan tahun kemudian, ketika saudara perempuannya, Yingluck Shinawatra, menjadi perdana menteri.

Thaksin Shinawatra kini tengah berada di pengasingan untuk menghindari hukuman penjara atas penyalahgunaan kekuasaan yang menurutnya bermotif politik.

Kemenangan MFP pada pemilu bulan Mei lalu merupakan suara dukungan atas keinginan di kalangan anak muda, untuk melakukan perubahan struktural yang mendalam setelah sembilan tahun pemerintahan Thailand di bawah militer.

Militer Thailand telah melakukan lebih dari belasan kudeta sejak negara ini secara resmi menjadi negara monarki konstitusional pada tahun 1932.**