Helo Timor Leste

Ahli ITS Surabaya Membuat Alat EEG Untuk Memonitor Signal Listrik Otak Penderita Stroke

Ugu - Ragam
Rabu, 30 Aug 2023 19:36
    Bagikan  
EEG
Humas ITS

EEG - EEG saat lounch

HELOTIMORLESTE.COM -

Rehabilitasi pasien stroke saat ini terkendala karena kurang akuratnya pengamatan karena masih mengandalkan metode pengamatan visual, sehingga perkembangan fisik pasien pascastroke sulit dipantau

Oleh karena itu Tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo dan Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) membuat inovasi yakni alat monitoring rehabilitasi stroke dengan peninjauan sinyal listrik otak.

Baca juga: Anda Harus Pahami Seberapa Banyak Anda Mengkonsumsi Minuman Beralkohol, Demi Kesehatan ini

Ketua tim penelitian Dr Adhi Dharma Wibawa ST MT mengatakan gejala stroke bisa merusak kemampuan motorik seseorang, akibatnya pemantauan motorik pasien secara berkala dapat meningkatkan akurasi diagnosis.

Kemampuan motorik ini kini dimonitor dengan sinyal listrik otak manusia atau yang dikenal dengan istilah Electro Encephalography (EEG). “Alat dapat digunakan pasien secara mandiri dengan bantuan tenaga kesehatan dari jarak jauh, sehingga mengurangi aktivitas fisik yang dapat memperburuk kondisi pasien,” tutur Adhi.

Baca juga: Periksa Kaki Anda Setiap Hari karena Dapat Memberikan Peringatan Kesehatan

“Alat sangat sensitif terhadap noise bahkan dengan kedipan mata saja dapat mempengaruhi hasil,” tegasnya.

Lebih dalam, dosen Departemen Teknik Komputer ITS ini menjelaskan bahwa sinyal EEG akan muncul setiap manusia melakukan aktivitas. Mulai dari mengingat, mendengarkan, melihat, bahkan saat menggerakkan anggota tubuh.

Oleh karena itu, pasien akan diminta untuk melakukan beberapa pergerakan fisik oleh tenaga kesehatan untuk menganalisis sinyal EEG pasien.

Pengujian alat EEG rancangan tim ITS kepada pasien stroke secara langsung

“Pasien hanya perlu menggunakan alat di kepala, lalu elektroda yang mengenai kulit kepala akan menangkap dan menguatkan sinyal EEG,” jelasnya, dikutip dari Humas ITS.

Sinyal listrik yang dihasilkan otak sendiri sangat kecil hanya berskala mikro volt, sehingga dibutuhkan penguatan sinyal dan penyaringan noise yang berulang.

Setelah dikuatkan, sinyal EEG akan difilter berdasarkan frekuensinya dan dikelompokkan menjadi empat jenis sinyal dasar, yaitu delta, theta, alpha, dan beta. Sinyal yang telah dikelompokkan tersebut akan difilter sekali lagi untuk menghilangkan noise yang timbul.

Baca juga: China Lebih Dahulu Bangun TV Digital di Timor Leste

Lebih lanjut, papar Adhi, sinyal EEG yang telah difilter ini akan dihitung nilai daya yang ada dalam sinyal sebagai fungsi frekuensi. Nilai ini disebut dengan Power Spectral Density (PSD) yang dinyatakan dalam watt per hertz (W/Hz). Adhi menuturkan bahwa dalam kondisi normal, nilai PSD pada otak kanan akan meningkat bila terjadi pergerakan di tubuh bagian kiri begitu pun sebaliknya. Pada pasien stroke kondisi tersebut dimungkinkan terjadi perubahan abnormal.

“Nilai PSD pasien stroke lebih kecil dibandingkan dengan kondisi orang normal,” tambah Wakil Kepala Pusat Penelitian Artificial Intelligence (AI) dan Teknologi Kesehatan ITS ini.

Alat ini harus dihubungkan dengan perangkat komputer melalui port yang tersedia saat pemakaian alat untuk membaca nilai PSD secara real time serta mengkonversikan hasil perekaman EEG ke dalam bentuk txt yang akan tersimpan di komputer milik pasien.

undefined

Berkas tersebut bisa diunggah ke sistem terintegrasi yang telah disediakan, setelah pasien registrasi terlebih dahulu. Database pasien ini akan ditinjau langsung oleh dokter yang bertanggung jawab tanpa harus bertemu langsung.

“Perkembangan pasien dapat dilihat berdasarkan nilai PSD-nya melalui data yang diunggah pasien,” terang dosen yang juga mengajar program Magister di Departemen Teknik Elektro ITS ini.

Penelitian ini sudah dimulai sejak 2018 ini bekerja sama dengan ahli syaraf RSUA dr Wardah Rahmatul Islam SpS, ahli rehabilitasi pasien stroke RSUD dr Soetomo dr Muhammad Saiful Ardhi Sp S, mahasiswa ITS jenjang Magister (S-2) Monica Pratiwi dan Tanti, serta mahasiswa ITS jenjang Doktoral (S-3) Teguh Sulistyo ST MT dan Diah Risqiwati ST MT.

“Kami berharap bahwa alat ini dapat segera mendapat izin untuk digunakan secara masal dan membawa manfaat bagi masyarakat,” pungkasnya.***