Helo Timor Leste

Kakatua Jambul Kuning Pulau Moyo: Perjuangan Ruslan Menyelamatkan Habitatnya dari Kepunahan

Satwika Rumeksa - Ragam -> Traveling
Senin, 15 Jul 2024 19:57
    Bagikan  
Kakatua Jambul Kuning
Gandhi Wasono

Kakatua Jambul Kuning - Burung eksotis ini diamang kepunaha

Pulau seluas 22.537 hektar ini dikenal dengan keelokan alamnya. Beragam flora, fauna serta keindahan lautnya membuat para selebritas dunia mulai putri Inggris Lady Diana, petenis dunia Sharapova, hingga pesepakbola David Becham sempat berkunjung kesana.

Namun, belakangan keindahan pulau beserta habitat yang ada di dalamnya makin memudar. Selain terjadinya pembalakan hutan secara liar juga burung kakatua kecil jambul kuning (cacatua sulphurea occidentalis) yang menjadi salah satu ikon di ambang kepunahan akibat perburuan.

Berikut hasil reportase Gandhi Wasono selama 4 hari di pulau yang masuk wilayah Nusa Tenggara Barat tersebut.

HELOTIMORLESTE.COM -Pertengahan bulan Juni 2024 lalu sinar matahari pagi menembus sela daun dan ranting pepohonan hutan Desa Labuhan Aji, Pulau Moyo, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kaki Ruslan dengan lincah berjalan di antara rerimbunan.

Sesekali tangan kanannya yang menghunus golok mengayunkan ke kiri dan kanan menebas ranting yang menghalangi laju jalannya. Sambil berjalan meliuk-liuk menghindari pepohonan wajahnya mendongak, tatapan matanya yang tajam mengawasi arah celoteh burung yang berlompatan dari satu dahan ke dahan lainnya.

“Nah, itu dia sarang kakatua kecil jambul kuning,” kata Ruslan (50) sambil tangannya menunjuk ke batang pohon binong (tetrameles nudiflora) yang salah satu sisinya berlubang yang menjadi “rumah” kakatua.

Pada batang pohon bagian bawah di mana sarang berada ditulis namanya dengan cara dipahat menggunakan pisau. “Kalau sudah ada nama saya tertera seperti ini para pemburu liar tidak bakal berani naik untuk menjarah anakan burung,” tegas bapak tiga orang anak tersebut menjelaskan tujuan menyematkan namanya di batang pohon sebesar pelukan orang dewasa tersebut.

Ruslan atau yang di kampungya biasa dipanggil Leo, adalah salah satu petugas Masyarakat Mitra Polhut (MMP) di Tanaman Nasional Moyo Satonda, NTB. Peran MMP cukup vital karena keterlibatannya ikut menjaga kelestarian flora dan fauna di hutan tersebut.

Baca juga: IKN Siap Dihuni Agustus: Bandara VVIP, Air, Listrik, Internet, dan Transportasi Tersedia

Sebagai petugas MMP kecekatan dan kehandalan Ruslan tak diragukan. Selain tumbuh dan besar di kawasan tersebut sekaligus hutan menjadi tempat ia mencari nafkah, mencari madu lebah hutan dan berladang.

Surganya Kakatua
Setiap Polhut atau polisi hutan melakukan patrol keliling hutan TN Moyo Satonda, Ruslan tak pernah ketingalan dilibatkan karena dialah paling paham rute di hutan seluas 22.537 hektar tersebut. Sekali patroli bisa menghabiskan waktu beberapa hari karena banyak tugas yang dilakukan oleh Polhut, mulai pelestarian flora, fauna juga patroli pelaku pembalakan liar yang masih sering terjadi.

Tujuan lain Ruslan direkrut sebagai petugas MMP sejak tahun 2021 tersebut untuk membantu petugas agar tidak terjadi perburuan liar pada burung kakatua kecil jambul kuning (cacatua sulphurea occidentalis).

Dulu cerita Ruslan, pulau Moyo tidak hanya dikenal dengan kelebatan hutan dan keindahan lautnya saja tetapi sebagai habitat utama kakatua jambul kuning. “Moyo ini dulu menjadi surga-nya kakatua jambul kuning. Orang dengan mudah menemui burung tersebut berterbangan di angkasa atau bertengger di dahan-dahan pohon. Bahkan dulu burung tersebut tidak hanya di hutan tetapi juga masuk wilayah perkampungan penduduk. Tapi sekarang jarang ditemui, masuk hutan pun jarang terlihat,” katanya dengan nada menyayangkan.

Ruslan

Kepunahan burung tersebut disebabkan ulah pemburu liar yang melakukan penangkapan secara masif lalu menjualnya ke pasar gelap. “Kalau sekarang kita tidak saling bahu membahu menjaganya dengan ketat bisa dipastikan burung bersuara indah dan memiliki kecerdasan dengan kemampuan menirukan suara manusia tersebut bakal punah dan hanya menjadi cerita belaka,” paparnya lagi.

Baca juga: Senjata AR-15 Semi Otomatik yang Digunakan Menembak Trump Sedetik Lampaui 6 Lapangan Bola

Duduk diatas batang pohon yang sudah rubuh sambil mengisap rokok dalam-dalam Ruslan menceritakan dulu jumlah kakatua di Moyo mencapai ribuan ekor namun sekarang hanya tinggal puluhan saja. Proses perkembangbiakkannya kakatua sendiri berjalan lambat.**

Setiap musim telur, seekor kakatua betina hanya bertelur dua butir untuk dierami. Dan biasannya para pemburu liar mencuri anakan kakatua yang barusan pecah dari cangkangnya dengan cara dirogoh dari luar lubang sarang. “Karena yang diambil adalah anakan sehingga tidak ada proses regenerasi jadinya lama kelamaan jumlahnya semakin sedikit,” ujarnya.


Ruslan yang sudah menjelajah ke seluruh sudut hutan pulau Moyo tersebut mencatat saat ini ada 13 sarang burung yang masing-masing sarangnya didiami sekitar 4-8 ekor burung. “Sebagian besar kakaktua membuat sarang di pohon binong di ketinggian sekitar 15-20 meter dari atas tanah,” ujarnya.

Nama Ruslan sangat dikenal dan disegani di kalangan para pemburu liar. Karena itu pemburu liar tidak berani menjamah pohon yang ada sarang burung yang dilindungi oleh undang-undang tersebut.

“Itulah mengapa setiap pohon yang diatasnya terdapat sarang burung maka dibagian bawah dekat pangkal selalu saya beri nama saya, biar mereka tidak berani macam-macam,” kata Ruslan yang keikutsertaanya sebagai tenaga MMP adalah bagian dari kerja sosial karena tidak mendapat upah dari lembaga manapun. “Kecuali setiap 2 atau 3 bulan sekali diajak patroli oleh petugas Polhut baru mendapat upah harian sebesasr Rp 150 ribu,” tambahnya.

Sebagai orang kecil yang tinggal di pulau diperlukan usaha mencari tambahan penghasilan demi menghidupi istri dan anak-anaknya. Selain sebagai pencari madu di bulan September sampai Januari sehari-hari dia juga merawat ternak milik orang lain dengan sistem bagi hasil serta berkebun jambu mete. “Kalau tidak melakukan banyak hal maka tidak cukup untuk hidup,” papar Ruslan pekerjaan sebagai pencari madu dilakukan sejak tamat SD.

Kedepannya dia akan menerima jasa memandu wisatawan yang ingin melihat habitat burung secara langsung atau memotret di alam liar. “Saya ingin orang datang ke Moyo ini tidak hanya ke air terjun saja, tapi juga ada sarana hiburan alam yang tak kalah menarik,” pungkasnya. (Bersambung)