Helo Timor Leste

Perjalanan ke Base Camp Puncak Everest Wartawan Senior Indonesia Anton Sanjoyo, Simak Persiapan Apa yang Harus Dilakukan

Dodo Hawe - Internasional
Rabu, 22 May 2024 11:55
    Bagikan  
PUNCAK EVEREST
anton sanjoyo/ facebook

PUNCAK EVEREST - Anton Sanjoyo (kedua dari kanan) bersama rekan-rekannya saat hendak naik kepuncak everest.

HELOTIMORLESTE.COM - Ada yang menarik dalam perjalanan mendaki ke gunung tertinggi di dunia Everest yang dilakukan mantan wartawan senior Indonesia, Harian Kompas, Anton Sanjoyo beberapa hari terakhir ini.

Dalam unggahannya kali ini Joy panggilan dan inisial Anton saat masih menjadi wartawan Kompas menjelaskan jika dirinya sudah mempersiapkan menuju Everest Base Camp (EBC).

Dalam unggahan Rabu (22/5/2024) waktu Indonesia, Anton Sanjoyo tentang persiapannya menuju Everest Base Camp (EBC), sebelum melakukan pendakian puncak Everest.

Baca juga: Mendaki Gunung Tertinggi di Timor Leste, Seperti Berjalan Menuju Masa Depan

"Beberapa teman men-japri saya tetang persiapan trekking ke Everest Base Camp (EBC), saya jawab sebenarnya tidak ada persiapan khusus," kata Anton dalam unggahannya di akun facebook Anton Sanjoyo.

Namun menurut Anto, yang dibutuhkan hanya olahraga rutin terutama menyangkut penguatan kaki dan lutut serta latihan aerobik yang memadai.

"Kaki dan lutut dibutuhkan untuk mengatasi lintasan berbatu batu besar dan menanjak naik turun seolah tanpa henti," katanya.

Permukaan batu batu lepas yg mendominasi jalur terakhir Lobuche-Gorak Shep-EBC adalah penderitaan panjang yang benar-benar menguji ketahanan mental dan fisik.

Baca juga: Yodeka Kopaba Mahasiswa UB Meninggal di Gunung Arjuna, Sempat Ditinggal di Pos 2 Pendakian

Sedangkan aerobik dibutuhkan untuk mengatasi keterbatasan oksigen saat hiking di atas ketinggian 4000 mdpl.

"Jujurly, sayapun berjuang habis-habisan mengatasi hal ini dan detak jantung mudah sekali mencapai zona bahaya sehingga setiap langkah adalah perjuangan sesungguhnya…," imbuh Anton dengan unggahan beberapa temannya.

Hal lain adalah peralatan yg memadai untuk mengatasi angin dan udara sedingin berupa es atau salju. Di atas 4000 mdpl rata-rata suhu mencapai minus 1 derajat celcius.

Baca juga: Diduga Demi Rekor Pendakian, Pendaki Norwegia Abaikan Porter yang Hampir Meninggal

"Foto ini adalah empat trekker terakhir dari grup kami yg bertahan turun dgn berjalan kaki sampai finish di Lukla setelah mencapai EBC…," jelas Anton memperlihat foto-fotonya.

Sebelumnya Anton menjelaskan jika keajaiban terjadi ketika Anda memiliki kemampuan untuk merangkul tidak hanya yang baik tetapi yang paling penting, yang terburuk.

Hidup adalah perjalanan yang penuh dengan pasang surut, suka dan duka, kemenangan dan tantangan.

Baca juga: Suhu di Puncak Capai Titik Beku, TNGGP Larang Pendakian di Gunung Gede Pangrango 13-18 Agustus

Sangat mudah untuk merayakan saat-saat indah dan bersyukur atas nikmat yang datang.

Tetapi keajaiban sejati terjadi ketika kita belajar untuk merangkul saat-saat yang tidak menyenangkan juga.

Saat-saat buruk menguji ketahanan, kekuatan, dan karakter kita. Mereka mengajarkan kita pelajaran berharga dan membantu kita tumbuh menjadi versi diri kita yang lebih baik.

Baca juga: Inilah Enam Gunung di Timor Leste yang Cocok untuk Para Pendakian Pemula, dengan Lanscape Menakjubkan

Selama masa-masa sulit inilah kita menemukan kekuatan batin kita, menemukan perspektif baru dan belajar menghargai keindahan dalam setiap situasi.

Menerima yang buruk bukan berarti mengabaikan atau menyangkal rasa sakit. Itu berarti mengakuinya, membiarkan diri kita merasakannya dan kemudian menemukan keberanian untuk bangkit di atasnya.

Ini tentang menerima bahwa hidup tidak selalu sempurna dan tidak masalah.

Baca juga: Akitivitas Gunung Ile Lewotolok di Lembata NTT Meningkat, Pesawat Gagal Mendarat

Ketika kita merangkul yang buruk/ekstrim, kita membuka diri pada kemungkinan yang tak terbatas.

Kita menjadi lebih berbelas kasih, empatik, dan pengertian terhadap orang lain yang sedang melalui perjuangan mereka sendiri.

Baca juga: Gara-gara Turis Kota Kecil di Jepang Pasang Layar Raksasa agar Gunung Fuji Tak Terlihat

"Kami belajar untuk menemukan kekuatan dalam kelemahan dan menemukan keindahan ketahanan. Butuh waktu hampir 59 tahun kerja keras, dedikasi, pengorbanan tanpa akhir, komitmen, keringat darah, dan air mata untuk menjadi orang yang saya hari ini," jelasnya.

"Saya menghargai pelajaran yang dipelajari dan pertumbuhan yang telah saya raih. Ingat, di saat-saat paling gelap itulah bintang-bintang paling terang bersinar. Diadaptasi dan terinspirasi oleh NimsPur..." **