Helo Timor Leste

Menungu Penyelesaikan Naktuka, Menunggu Pemerintahan Baru Indonesia

Dodo Hawe - Internasional
Senin, 26 Feb 2024 19:26
    Bagikan  
NAKTUKA
istimewa/ facebook

NAKTUKA - Sengketa perbatasan Naktuka antara Indonesia dan Timor Leste

HELOTIMORLESTE.COM - Sengketa perbatasan darat antara Timor Leste-Indonesia di Naktuka, memberikan kepercayaan diri kepada Perdana Menteri (PM) Kay Rala Xanana Gusmão dan timnya, sehingga dapat ditemukan solusinya.

Menurut Ketua Komisi B Bidang Keamanan, Pertahanan, dan Keamanan Nasional, Augusto Domingos Deker seketa di Naktuka tidaklah mudah karena proses perundingannya memerlukan individu yang tenang dan berkepala dingin serta kepemimpinan yang kuat dan keberanian untuk mempertimbangkannya.

"Kita tidak hanya bicara dari sisi kita saja, tapi kita juga perlu mengevaluasi dari sisi Indonesia," ujar Augusto Domingos seperti dilansir stlnews.co di Parlemen Nasional, Senin (26/02/2024).

Baca juga: Persoalan Perbatasan Darat Timor Leste- Indonesia di Naktuka Masih Masuk Daftar Segmen Belum Terselesaikan


Menurutnya, dasar proses perundingannya adalah perjanjian 1904 yang tidak mudah.

"Maka kami mohon seluruh anggota parlemen untuk berkontribusi dan mendukung atau memberi saran dan kritik yang membangun bagi PM Xanana dan timnya yang sedang melakukan negosiasi," ujar Augusto.

Dalam negosiasi nanti, PM sendiri yang memimpin bersama Indonesia untuk mencari solusi.

Menurut politisi Partai CNRT ini mengatakan jika dalam proses ini berdasarkan kesepakatan hukum, masing-masing pihak bertahan dengan berpegang pada perjanjian 1904 dan 1914.

Baca juga: Kasus Perbatasan Naktuka Timor-Leste dan Indonesia, 76 Patok yang Didirikan Belanda dan Portugal Telah Hilang

Namun Indonesia berpegang teguh pada sungai, namun perjanjian ini tidak memprediksi bagaimana terjadinya perubahan di lingkungan sungai itu sendiri.

Anggota partai FRETILIN, Sancha Paixão Bano mengatakan mengenai Naktuka agar semua pihak, karena tanah orang Naktuka dan Oecusse tidak akan diberikan kepada Indonesia.

Namun Wakil Menteri Parlemen Aderito Hugo mengatakan mengenai Naktuka, menunggu pemerintahan baru Indonesia agar memberikan bantuan cepat dalam menyelesaikan masalah ini.

Karena Timor Leste memiliki agenda mendesak untuk segera menetapkan perbatasan darat dan lautnya.

Baca juga: Mendapat Protes Keras dari Aktivis dan Partai Fretilin Partai CNRT Mengungkap Masalah Perbatasan Naktuka Seperti ini

Kami mengharapkan kebijakan baru dari pemerintahan yang dipimpin Presiden Indonesia Prabowo, dengan harapan agenda Naktuka dapat segera diselesaikan.

Sehingga dapat mengatasi permasalahan lain seperti perbatasan laut. dan darat yang lainnya.


Seperti dilaporkan bbc.com, perundingan perbatasan ini sebenarnya telah dilakukan terakhir sejak tahun 2001 dengan pemerintahan transisi bentukan PBB di Timor Timur (UNTAET).

Sebelum kemudian dilanjutkan dengan pemerintahan resmi Timor-Leste sejak 2002 melalui Komite Perbatasan Gabungan (JBC).

Baca juga: Mencari Penyelesaian Sengketa Daratan Antar Negara di Naktuka Timor Leste dan Indonesia Bagaimana Solusinya

Hasil awalnya adalah Perjanjian Sementara 2005, yang menetapkan batas darat Indonesia dan Timor-Leste sepanjang 268,8 kilometer dengan 907 titik koordinat.

Ini mencakup perbatasan Indonesia dengan wilayah Timor-Leste di sebelah timur Pulau Timor dan dengan Distrik Oecusse, enklave Timor-Leste di sebelah barat pulau.

Namun, perjanjian itu baru menyelesaikan sekitar 96% urusan perbatasan darat.

Sisa 4% yang meliputi wilayah Noel Besi–Citrana, Bidjael Sunan–Oben, dan Dilumil-Memo belum disepakati karena perbedaan tafsir perbatasan antara dua negara.

Baca juga: Kisah Haru Dua Keluarga Diperbatasan Indonesia-Timor Leste, Hanya Bisa Mandang Dibatasi Portal

Selain itu, isu di wilayah Subina-Oben juga belum tuntas karena warga Indonesia di sana menolak pelaksanaan survei penentuan batas, yang dinilai akan membuat lahan garapan mereka masuk ke wilayah Timor Leste.

Kabar baik datang pada 2013, saat Indonesia dan Timor Leste sepakat menggunakan garis tengah atau median untuk membagi wilayah Dilumil-Memo jadi dua, kesepakatan ini lalu dituang dalam adendum perjanjian 2005.

Untuk mempercepat proses perundingan batas wilayah lain, pada awal 2017 kedua negara membentuk tim Konsultasi Pejabat Senior (SOC).

Ini adalah tim kecil berisi delegasi kedua pihak yang bertugas membahas detail teknis penyelesaian urusan perbatasan.

Baca juga: Persoalan Perbatasan Darat Timor Leste- Indonesia di Naktuka Masih Masuk Daftar Segmen Belum Terselesaikan

Setelah menjalani lima pertemuan, tim SOC berhasil mencapai kesepakatan prinsip pada 2019, termasuk soal batas-batas Subina-Oben.

Penentuan titik ujung dan penarikan garis baru untuk Bidjael Sunan–Oben, serta penggunaan garis tengah sederhana untuk membagi dua Noel Besi–Citrana.

Namun setelah delegasi Timor Leste membawa pulang hasil kesepakatan itu, muncul penolakan dari Parlemen Nasional.

Khususnya soal batas darat wilayah Noel Besi–Citrana yang juga dikenal sebagai Naktuka, merujuk hasil studi Indriana Kartini, peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Baca juga: Kasus Perbatasan Naktuka Timor-Leste dan Indonesia, 76 Patok yang Didirikan Belanda dan Portugal Telah Hilang

"Parlemen Timor-Leste keberatan dengan kesepakatan batas wilayah darat tahun 2019 dengan pendekatan garis tengah sederhana," tulis Indriana dalam disertasinya soal perbatasan darat Indonesia dan Timor-Leste untuk meraih gelar doktor di Universitas Indonesia pada 2023.

"Mereka mengusulkan pembagian porsi wilayah yang lebih luas kepada Timor-Leste, yakni kurang lebih 74% untuk Timor-Leste dan kurang lebih 26% untuk Indonesia."

Dari sana, proses penetapan batas darat kedua negara kembali macet dan kesepakatan pada 2019 pun urung diratifikasi dalam bentuk adendum kedua perjanjian 2005.

Di 2019 itu disepakati bahwa penyelesaian perbatasan Naktuka dan dua segmen lainnya itu satu paket.

Baca juga: Mafia Tiongkok Ternyata Punya Pabrik Penipuan di Perbatasan Thailand Begini Cara Operasinya

"Jadi kalaupun sudah ada kesepakatan untuk Subina dan Bidjael Sunan, tapi kalau yang Naktuka belum selesai, itu belum bisa dikatakan selesai secara sepenuhnya," kata Indriana pada BBC News Indonesia, Jumat (2/2/2024).

Masalah jadi semakin pelik karena, kata Indriana, hanya Indonesia yang menganggap Naktuka sebagai zona steril.

Yang berarti tidak boleh ada aktivitas sosial, budaya, ekonomi, dan politik di sana sebelum perundingan usai.

Baca juga: Tentang Pembahasan Wilayah Darat Perbatasan Xanana Gusmao-Jokowi Sepakati Poin-poin ini

Pemerintah Timor Leste, misalnya, sempat berusaha membangun pos imigrasi di dekat Naktuka.

Lalu mengeluarkan pernyataan bahwa Naktuka telah menjadi miliknya, dan bahkan mengadakan sensus di sana pada 2010.

Pada 2016 pun ditemukan 63 keluarga – semua warga Timor-Leste – yang telah menempati Naktuka.

Baca juga: Masalah Perbatasan Timor Leste-Indonesia, Perjanjian Belanda-Portugus 1904 Menjadi Acuan Penyelesaian

Mereka disebut membangun balai pertemuan, depot logistik, saluran irigasi, dan tempat penggilingan padi di sana.

Tidak terima, masyarakat adat Amfoang sempat mengancam akan mengusir orang-orang Timor Leste yang dinilai telah menempati lahan leluhur mereka di Naktuka.

Bisa dikatakan, semakin panjang perundingan, semakin pelik pula urusan di lapangan, sementara Timor Leste memandang penyelesaian segera dituntaskan. **